Waroeng Steak & Shake didirikan pasangan Jody Brotosuseno- Siti
Hariyani tiga tahun silam di Yogyakarta. Meski bukan pelopor dalam
bisnis steak, Waroeng Steak & Shake cepat berkembang dan menyalip
para pemain lain yang memang menjamur di Kota Gudeg beberapa tahun
terakhir. Kini, di Yogya saja Waroeng Steak & Shake memiliki 5
gerai. Hebatnya lagi, warung yang membidik mahasiswa sebagai target
pasarnya ini selalu dipenuhi pengunjung. Kami cuma bisa beristirahat di
siang hari saja, sekitar jam 2. Selebihnya dari pagi sampai malam kami
melayani pembeli ? kata Aniek begitu Siti Hariyani kerap disapa.
Namun, sukses di Yogya tak membuat Aniek
puas. Seiring berkembangnya Waroeng Steak & Shake di Yogya, ibu dua
anak itu memperluas jangkauannya ke beberapa kota besar seperti
Surabaya, Malang, Semarang, Bandung dan bahkan Jakarta. Di kota-kota
besar itu pun nampaknya Dewi Fortuna masih berpihak kepadanya. Ini bisa
dilihat dari jumlah gerainya yang terus membiak hingga sekarang menjadi
19. Yang terakhir, dibuka di Malang awal Desember ini. Target kami
setiap dua bulan bisa menambah satu outlet baru, kata Jody
bersungguh-sungguh. Dengan kecepatannya berkembang yang begitu
fenomenal, Waroeng Steak & Shake nampaknya memang layak digelari
Raja Steak Kelas Warung “Setiap minggu terakhir, kami selalu keliling
beberapa kota untuk melihat-lihat tempat yang tepat untuk buka outlet”
imbuh Aniek sumringah.
Sebelum menggeluti bisnis pengisi perut tersebut, mereka sempat
menekuni berbagai bisnis kecil-kecilan, antara lain menjual roti bakar,
susu kedelai serta memproduksi kaus partai menjelang Pemilu 1999. Dari
bisnis kaus itu, mereka sempat membeli motor. Motor itu kemudian dijual
lagi tahun 2001 buat modal membuka warung steak. Hasil jual motor itu,
dikatakan Jody, cuma cukup buat membayar kontrakan dan membeli beberapa
peralatan warung (10 hotplate, gelas dan selusin piring). Sementara itu,
meja yang disiapkan hanya 5 set. “Kami membeli peralatan tambahan
setelah usaha berjalan lancar? tutur bungsu dari 8 bersaudara itu jujur.
Akibat aktivitas bisnis ini, Aniek terpaksa meninggalkan bangku
kuliahnya di Jurusan Komunikasi Universitas Negeri Solo. Jody, sang
suami, juga meninggalkan kuliahnya di Jurusan Arsitektur Universitas
Atma Jaya, Yogyakarta.
Meski telah menjelma menjadi raja steak, Jody dan Aniek mengaku
kesuksesan mereka tidaklah datang begitu saja. Mereka telah menimba ilmu
saat ikut aktif mengelola warung steak milik orang tua Jody: Obong
Steak. Rumah makan steak ini memang sudah lama hadir di Yogya dan
membidik konsumen kelas menengah atas. Dari situ, mereka kemudian
melihat peluang bisnis steak di kelas menengah bawah. Mereka adalah
orang-orang yang selama ini ingin menikmati steak, tapi terhalang karena
urusan ketebalan kantong. “Saya sering prihatin melihat banyak orang
urung masuk ke Obong Steak, karena harganya tak terjangkau saku mereka?
kata Aniek datar.
Awalnya, mereka memanfaatkan teras rumah kontrakan di Jl.
Cendrawasih, Yogya. Guna menyesuaikan diri dengan target pasarnya,
Aniek-Jody menggunakan nama warung, bukan resto atau nama lain yang
berkesan wah dan mahal. Begitulah Waroeng Steak & Shake lantas
berdiri dan, benar saja, bisa menarik minat para mahasiswa yang memang
mereka bidik.
Aniek-Jody menjamin konsumen akan mendapatkan sajian steak yang
benar-benar enak di Waroeng Steak & Shake. Agar calon konsumen tak
ragu, mereka tak segan memajang daftar harga produknya di depan warung.
Lihat saja, di papan kayu yang digantungkannya tertera pasti: chicken
steak Rp 6.000, chicken mushrom Rp 9.000, beef steak Rp 10.000 dan
Sirloin Rp 12.000. Uniknya lagi, Waroeng Steak & Shake menyediakan
menu nasi putih untuk dimakan dengan steak — bukan kentang, kacang
panjang, wortel dan jenis makanan lain yang umumnya disajikan menyertai
steak.
Strategi tersebut rupanya cukup jitu memikat hati konsumen Kota
Yogya. Tak mengherankan, pengunjung terus bertambah, sehingga kontrakan
itu pun tak mampu lagi menampung luapan konsumennya. Waroeng Steak &
Shake lantas pindah ke tempat yang lebih representatif. Mejanya pun
ditambah menjadi 20 set. Itu pun tak cukup, sehingga Jody dan Aniek
tertantang untuk membuka gerainya yang kedua, ketiga, dan seterusnya
sampai yang ke-19 awal bulan ini. Waroeng Steak & Shake kini
menampung sekitar 300 tenaga kerja (15 karyawan/gerai). Rasanya? “Oh,
itu jangan khawatir. Kami menyajikan steak yang benar-benar enak dan
cocok dengan lidah konsumen. Untuk urusan rasa ini, dulu Aniek terjun
langsung. Namun, kini ia cukup memercayakan kepada anak buah yang memang
sudah dididik secara khusus, jawab Jody. “Semua gerai kami menyajikan
menu dengan rasa yang enaknya standar. Kalau tidak enak, tidak bakal ada
orang yang mau makan,? sambungnya bangga.
Masih menurut pria kelahiran 3 Maret 1974 itu, awalnya ia memang
membidik para mahasiswa untuk menjadi pelanggannya. Akan tetapi, dalam
perjalanan waktu, banyak juga keluarga yang datang. Nah, untuk menjaring
mereka, Waroeng Steak & Shake kemudian menciptakan menu-menu baru
yang bisa dinikmati keluarga. Bahkan, pasangan ini juga menyiapkan menu
steak dari ikan. Menu ini cukup banyak peminatnya, khususnya kalangan
orang tua yang tidak suka daging. “Saya sangat cocok dengan steak ikan,
karena tidak suka makan daging sapi,? kata Pramono, warga Depok, Sleman,
yang mengaku langganan tetap Waroeng Steak & Shake. Cahyono, yang
berasal dari Surabaya, pun mengaku cocok makan di situ karena bisa
memilih menu sesuai isi kantongnya.
Dalam mengelola bisnis warung mereka, Aniek dan Jody merasa lebih
enjoy dengan sistem cabang. Mereka tak berencana mewaralabakannya.
Pengelolaan cabang-cabang tersebut mereka percayakan pada anggota
keluarga sendiri. “Begitu lebih gampang. Setiap bulan kami hanya
ngontrol pembukuannya, kata Aniek memberi alasan. Ia tak bersedia
menyebutkan investasi yang dibutuhkan untuk membuka satu gerai. Yang
jelas, menurutnya, dalam 8 bulan saja sudah bisa balik modal. Dia
bangga, karena sampai saat ini gerai Waroeng Steak & Shake tak ada
yang sepi. Rata-rata ada 200 pengunjung tiap hari. “Tapi yang paling
ramai adalah cabang Depok, bisa di atas 200 orang/hari, ujarnya sembari
tersenyum.
Klo saya sendiri, paling sering makan steak WS yg di jl.Tamansiswa,
karena letaknya dkt dgn kost.Hehe.. Klo soal rasa menurut saya di atas
enak n ccok untuk mahasiswa dg kantong menengah kebwah. Tmpat juga enak,
bersih, dan satu lagi GPL >>>Ga Pake Lama, begitu anda pesan
sktr 5 – 10 mnt dah siap anda nikmati.Hm…bnr2 memuaskan pelayanannya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar